Panen hingga 470 Ton, Wonogiri dinobatkan sebagai Produsen Kakao Terbesar di Jateng
Kakao |
CariUang - Sejak tahun 1980 an Wonogiri menjadi sentra kakao. Bahkan hal inilah yang membuat kota tersebut dinobatkan sebagai produsen Kakao terbanyak di Jawa Tengah. Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng menyebutkan bahwa saat ini Wonogiri menjadi daerah dengan luas lahan kakao mencapai 1.000 hektare sepanjang 2024.
Sementara daerah lain yang menghasilkan kakao cukup banyak juga didominasi oleh Batang dengan luas lahan mencapai 327,2 hektare. Setiap tahunnya daerah Wonogiri mampu menghasilkan panen hingga 470 ton.
Dilansir dari data dinas pertanian, mayoritas kakao ini digunakan untuk bahan baku makanan di industri coklat. Rata-rata masyarakat daerah tersebut melakukan penanaman kakao di sekitar pekarangan rumah. Kendati hasil panen melimpah, namun diklaim belum maksimal lantaran perawat masih kurang.
Baca Juga: Petani Gunung Kidul Sukses Usai Sulap Pekarangan Rumah
Seiring berjalannya waktu, petani mulai menggarap kakao dengan serius. Hal ini lantaran kakao diklaim mampu memperbaiki ekonomi Wonogiri dan mempunyai harga jual sangat tinggi.
Dulunya tanaman cengkeh sempat menjadi primadona di daerah tersebut. Namun tak berselang lama terdapat virus mematikan yang memicu budidaya hancur.
”Nah, sekarang ini kami mulai penambahan populasi kakao lagi. Kami melihat kakao berpotensi besar menjadi komoditas unggulan di sini. Perawatannya juga mudah, nilai ekonominya tinggi. Ini berbeda dengan padi yang banyak sekali kendalanya, mulai dari pupuk, gagal panen, dan sebagainya,” kata Sarto selaku kepala desa Kopen, Wonogiri seperti yang dilansir dari Solopos Jumat, (12/7).
Bahkan pemerintah desa juga telah menyiapkan dana untuk mengembangkan kakao dengan pendampingan dari Cocoa and Coffee Training Center Surakatnya, Professor Sri Mulato, kelompok tani kakao.
Baca Juga: Prospek Hidroponik di Indonesia, Masa Depan Pertanian Modern
Hingga berita ini dimuat, harga kakao terus melambung. Kendati demikian Sri mengaku khawatir jika produksi dalam jumlah banyak harga anjlok.
“Yang saya khawatirkan, ketika produksinya meningkat harganya justru turun,” kata Sri Mei lalu dilansir dari Solopos Jumat, (12/7).
Kendati bergitu Sri juga menambahkan berbagai strategi yang bisa diterpakan petani agar produktivitas kakao meningkat.
“Sekarang secara sporadis petani melakukan rehabilitasi tanamannya secara swadaya. Idealnya, itu dipasok lembaga yang berwenang,” pungkasnya.