Jumlah Pengangguran diprediksi Meningkat, Ini Faktanya!
Ilustrasi pekerja yang terkena PHK massal (Dok. Ist) |
CariUang - Jumlah pengangguran di Indonesia diprediksi mengalami peningkatan pada tahun 2024. Hal ini berpedoman pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat bahwa angka pengangguran di tahun 2023 pada bulan Febuari mencapai 5,86% atau setara dengan 8,42 juta orang.
Salah satu ekonom dari Permata Bank Josua Pardede menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang memicu terjadinya perusahaan tertekan sehingga terpaksa melakukan PHK. Tidak hanya itu saja, tingginya suku bunga juga turut memicu penurunan permintaan sehingga terjadi keterlambatan ekonomi global.
Baca Juga: Ekonom Sebut Gaya Hidup Gen Z Terlalu Konsumtif, Benarkah Begitu?
"Jadi, sektor dan industri yang bergantung cukup besar pada permintaan eksternal, cenderung akan mengalami penurunan kinerja," ungkap Josua dilansir dari Kontan, Selasa (18/6).
Dirinya juga turut menambah bahwa mahalnya biaya bahan baku, energi hingga logistik menjadi pemicu perusahaan mengalami penurunan keuntungan. Hal itu menjadi salah satu pemicu terjadinya produktivitas dan efisiensi suatu perusahaan.
Ketidakpastian dan juga kondisi ekonominya yang terjadi membuat sejumlah investor mengalami keraguan dalam tanam saham ataupun modal di perusahaan baru berkembang. Josua juga menjelaskan bahwa imbas PHK tersebut tidak hanya dirasakan oleh masyarakat namun juga pemerintah.
Hal ini lantaran pengangguran menyebabkan penurunan daya beli masyarakat sehingga mengurangi nilai Konsumsi domestik. Faktor itulah yang menyebabkan pendapatan perusahaan mengalami penurunan sehingga pajak penghasilan juga bernasib serupa.
Baca Juga: Baru Berdiri, Pemerintah Sebut UEA dan Cina Siap Investasi di IKN
"Pada akhirnya pemerintah mungkin perlu meningkatkan anggaran belanja terutama untuk program-program sosial, seperti bantuan pengangguran, yang juga akan berpotensi menambah beban fiskal," terangnya.
Menurut pendapat Josua, sektor yang paling merasakan dampak PHK yakni manufaktur dan ekspor. Hal ini lantaran sektor tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi global dan juga pembiayaan produksi.
Perusahaan teknologi dan juga baru rilis juga berpotensi mengalami hal serupa atau rentan terkena PHK massal.
"Industri teknologi dan start-up mengingat banyak perusahaan start-up yang mengalami kesulitan pendanaan, sehingga terpaksa melakukan PHK untuk bertahan," pungkasnya.