Gen Z dinilai Gemar Berhutang, Kemenkeu Dorong Investasi
Gen Z |
CariUang - Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu) menyebutkan bahwa gen Z atau milenial memiliki kegemaran berhutang.
Hal itulah yang membuat Kemenkeu mendorong gen Z untuk melakukan investasi terutama pada bidang Surat Berharga Negara. Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kemenkeu Deni Ridwan menjelaskan bahwa gen Z yang berinvestasi hanya sekitar 2-3%. Gen Z sendiri merupakan kalangan yang lahir pada tahun 1997-2012.
Baca Juga: Dorong Bisnis, Menkominfo Ajak Pebisnis Pakai AI
“Justru saya itu melihat, tantangannya ke depan, terutama untuk Gen Z itu terlalu mudah untuk berutang. Sekarang kalau beli di e-commerce, sepertinya langsung ada tawaran untuk paylater gitu, jadi lebih mudah untuk bayar melalui pinjaman dibandingkan dengan cash,” ujar Deni di Jakarta, dikutip dari Pewarta Selasa (18/6/2024).
Menurut pendapat Deni, hal tersebut menjadi PR bagi Kemenkeu untuk mengedukasi pentingnya investasi bagi masyarakat. Dengan begitu masyarakat memiliki pengelolaan keuangan yang stabil dan tidak terjebak dalam kesulitan di kehidupan mendatang. Bahkan diharapkan investasi dapat dijadikan sebagai jaminan hari tua.
“Sehingga, saya sering bilang ke teman-teman Gen Z kalangan anak muda dan mahasiswa, jangan sampai gaya hidup kita hari ini dibiayai dengan pendapatan kita di hari esok. Yang paling keren itu adalah kalau biaya hidup kita di hari esok dibiayai dari pendapatan negara melalui SBN,” jelasnya.
Namun, menurutnya kesadaran investasi dalam kehidupan masyarakat mulai meningkat pasca pandemi. Seiring dengan hal tersebut, angka SBN ritel mengalami kenaikan setiap tahunnya.
Baca Juga: Ekonom Sebut Gaya Hidup Gen Z Terlalu Konsumtif, Benarkah Begitu?
Tahun ini Kemenkeu menargetkan bahwa SBN bisa mencapai Rp 160 triliun. Di samping itu Deni menyoroti faktor yang mempengaruhi penerbitan SBN juga berasal dari ekonomi global sehingga turut berdampak pada minat investasi di kalangan masyarakat.
"Karena itu akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia, meskipun ekonomi Indonesia masih diprediksi bisa tumbuh di atas 5%. Tapi ini tentu menjadi sesuatu yang kami cermati, perlambatan ekonomi akan mempengaruhi alokasi investasi masyarakat," pungkasnya.